Selasa, 11 November 2008

Semoga karena Dia

Selesai! Akhirnya aku bisa pulang. Pulang kuliah merupakan saat yang paling aku tunggu. Setelah seharian penuh mendengarkan kuliah dari beberapa dosen dan praktikum-praktikum yang melelahkan, aku ingin segera pulang dan merebahkan tubuhku di atas kasurku yang empuk. Lalu bagaimana dengan PR dan laporan-laporan praktikumku? Lupakan PR! Lupakan praktikum! Lupakan untuk sejenak. Yang terpenting saat ini adalah aku ingin segera tidur!

Secara mental dan fisik aku lelah. Bagaimana tidak? Kuliahku ini sama halnya dengan bekerja. Pergi pagi, pulang sore. Bahkan terkadang sampai larut malam baru pulang tetapi bedanya, kalau bekerja mungkin aku akan mendapatkan uang tapi kuliah ini? Yang aku dapatkan hanya badan yang semakin mengurus, ya… selain mendapatkan ilmu tentunya. Tugas-tugas menumpuk. Satu PR belum selesai dikerjakan, ada lagi PR yang lain. Satu laporan belum dikumpulkan, bertambah lagi laporan-laporan yang lain. Huh! Kalau aku tidak bisa membagi waktu dengan baik, semua bisa kacau berantakan.

Badanku yang lelah memaksaku untuk tidur tetapi mata ini tidak mau berkompromi. Aku memejamkannya untuk beberapa lama tapi tetap saja aku tidak bisa tidur. Akhirnya aku mengingat-ingat kembali saja hal-hal yang telah aku lalui hari ini. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaanku sekarang. Mengingat kembali hal-hal yang lucu, yang membuatku tertawa, pokoknya segala hal yang menyenangkan. Pagi tadi, sebelum praktikum, Andi memberi aku donat. Hmm, kebetulan aku sedang lapar. Kebiasaanku menjahili orang yang terus terang masih sulit aku hilangkan. Habis bagaimana lagi? Semua itu menyenangkan, setidaknya begitu menurutku. Tiba-tiba saja aku teringat percakapanku dengan Maria saat kami berjalan menuju Salman.

“Aduh, panas sekali, sih! Rambutku sampai terbakar seperti ini!” kataku kesal sambil menyentuh rambutku yang terasa hangat kemudian mengikatnya.

“Kalau tidak ingin terbakar, ya ditutup saja,” kata Maria dengan nada bijak seperti biasanya.

“Tapi aku tidak punya topi.”

“Kenapa topi? Itu kan tanggung. Kenapa tidak sekalian saja yang menutupi semuanya?”

“Apa yang bisa menutupi semuanya?”

“Jilbab!”

Degh! Kata itu langsung membuatku terdiam. Memakai jilbab? Hal itu memang pernah terbersit dipikiranku. Suatu hari aku akan memakainya tapi kapan hari itu tiba aku tidak tahu.

“Apa lagi yang Kau tunggu? Bagaimana jika besok Kau dipanggil oleh Allah dan Kau belum memakainya?” kata Maria suatu hari. “Apapun bisa terjadi jika Allah menghendaki dan penyesalan tidak akan ada gunanya ,” lanjutnya. Kalimat yang sama yang pernah aku katakan pada orang tuaku saat mereka menolak niatku itu. Atau mungkin, tidak diperbolehkan orang tuaku itu hanya alasan saja? Alasan untuk menutupi bahwa sebenarnya aku belum siap.

“Kalau menunggu siap, kapan kita akan merasa siap?” kata Maria lagi.

*****************

Aku bangun dari posisi tidurku. Kuambil salah satu kerudung koleksiku. Kerudung hadiah ulang tahunku dari Maria. Lalu aku memakainya di depan cermin. Ada sesuatu yang aneh yang aku rasakan saat kulihat diriku memakainya. Sesuatu yang tidak dapat kujelaskan. Apakah aku benar-benar siap untuk memakainya?

“Bagaimana kalau Kamu bekerja nanti?” kata-kata ibuku yang bernada cemas kembali terngiang. Aku bisa memahami ketakutannya itu. Sekarang ini masih banyak orang yang menganggap jilbab adalah hambatan dalam berkarier. Siapkah aku mendengar, “Maaf, kami tidak bisa menerima Anda karena Anda berjilbab,” siapkah? Selain dari semua itu, yang terpenting adalah dapatkah aku menjilbabi sikap dan perilakuku? Dapatkah aku merubah kebiasaan-kebiasaan burukku? Yang pastinya sulit untuk dihilangkan karena sudah menjadi kebiasaan. Semalaman aku berpikir tentang semua itu.

*****************

Pagi-pagi sekali aku sudah berangkat kuliah. Orang yang pertama kali aku temui adalah Maria.

“Maria, aku memakainya,” kataku mantap. Maria berhambur ke arahku. Sambil menangis ia memelukku erat. Aku memutuskan mulai hari ini aku memakai jilbab. Sudah aku pertimbangkan segala kemungkinannya, baik dan buruk. Apapun yang terjadi akan aku hadapi. Kenapa tiba-tiba aku memutuskan untuk memakai jilbab ini? Entahlah. Semoga keinginan ini datang dari Dia dan Ia selalu memberi kekuatan padaku untuk menjaga agar jilbab ini tetap melekat.
____________________________________________________________________

Wkwkwk, lupa kalo ada nih cerpen di folder. Cerpen di atas pernah dimuat di buletin KAMIFA (Keluarga Muslim Farmasi) padahal yang nulis anak astronomi begitu. Entah kapan dulu dimuatnya, lupa. Dan atas masukan seseorang buat majang di blog yang dah lama terbengkalai, akhirnya, yah, dapat Anda baca sendiri hasilnya. Hohoho!

0 komentar: